Saya tidak mengikuti tayangan live pernikahan Gibran – Selvi. Tapi kemarin siang tiba-tiba mendapat pertanyaan dari seorang kawan melalui WhatsApp tentang kalimat ijab qobul yang diucapkan wali nikah Selvi dan Gibran. Menurut kawan saya, kalimatnya janggal dan salah.
“kok saya terima nikah dan jodohnya, bukankah yang benar saya terima nikah dan kawinnya?” begitu tanya kawan saya itu.
Saya tidak tahu pasti apakah itu salah atau benar, karena saya sendiri waktu akad nikah dulu mengucapkannya dalam bahasa arab: “qobiltu nikaha-ha wa tazwijaha bi mahril madzkur, haallan!”. Waktu itu calon mertua menawari mau pakai Bahasa Indonesia atau Arab. Saya bilang terserah beliau saja. Maka akhirnya kami sepakati pelafalan ijab – qobul dalam bahasa Arab supaya lebih ringkas dan mantab 😉
Esensi Ijab Qobul
Yang perlu difahami di sini adalah apa sih sebenarnya ijab qobul itu? Ijab qobul adalah “transaski” kerelaan hati antara wali dari calon istri dengan calon suami anaknya. Wali menyerahkan anak perempuannya dengan sukarela ke calon suaminya dengan mahar tertentu, dan calon suaminya menerima penyerahan itu dengan sukarela pula. Maka setelah terjadi ijab qobul tersebut pasangan yang dinikahkan telah sah menjadi suami istri.
Soal kalimat serah terimanya, dalam bahasa Arab ya seperti yang saya ucapkan ketika menikh dulu. Jika diterjemahkan ke bahasa yang lain tentu akan terjadi variasi bahasa sesuai budaya dan bahasa tutur setempat.
Kembali ke pertanyaan kawan saya tadi, apakah kalimat ijab qobul antara Gibran dengan walinya Selvi tersebut salah atau benar, maka saya coba menelusuri dengan bantuan Google. Dan ternyata ada beberapa postingan blog dan berita lama yang mencantumkan kalimat “saya terima nikah dan jodohnya” tersebut, ini misalnya: Akad Nikah Nunung dan Iyan. Artinya kalimat “nikah dan jodohnya” itu lebih karena budaya dan bahasa tutur setempat, bukan sebuah kesalahan yang fatal yang mengakibatkan akad nikah harus diulang.
Apalagi setelah menanyakan ke orang yang faham bahasa arab tentang arti kata “tazwijaha” yang selama ini diartikan sebagai “kawinnya” ternyata arti sebenarnya justru “perjodohannya” yang dalam Bahasa Indonesia jaman dulu “perjodohan” ini sama artinya dengan “kawin”. Padahal kata “kawin” itu sendiri artinya telah bergeser menjadi ke arah “berhubungan badan”. Maka penggunaan kata “perjodohannya” atau “jodohnya” dalam konteks jaman sekarang menurut saya justru lebih pas.
Wallahu a’lam bish showaab..
Yang penting sudah ada kata “saya terima nikahnya”
Salam hangat dari Jombang
betul pakde. tapi betulan lho, akhirnya menjadi pergunjingan di media sosial soal kalimat ijab qobul itu tadi.
wah kok di Jombang? tidak di Galaxy BP lagi?
ilmu pengetahuan iki. Penting! Akeh wong ramudeng perkoro feqih ngene iki kang. Sip! Lanjutkan!
Menurutku justru kalau nikah dan kawinnya akan bermakna nikah dan seksnya. Karena kalau kawin berarti nikah, ya gak perlu kata nikah lagi. Tapi aku gak ngerti sih kalau masalah jodoh 😀
Kalo diurutkan menurut bahasa Arab sih benar ya mas. Wallahualam, nice blog mas.
Salam kenal,
Sisa Pilpres belum pada move on kwkwkw…
wah kalau saya sering kondangan kalau ada saudara nikahan Mas, tapi pas pak Jokowi mantu malah gak sempat….he…..he….
Yang penting nggak keliru nyebut nama mempelai wanita dan orang tuanya saja mas 🙂
Dapat pencerahan di sini.
Mungkin memang lebih pantas “jodohnya” ya pak dibandingkan “kawinnya” 😀
Memang menurut arti bahasa terkesan lebih halus dan sopan.
Kalau aku sih dulu pakai bahasa arab, lebih mantab
izin bertanya, kalau “saya terimanya nikahnya” dengan “saya terima nikahnya” ada perbedaannya ga? dan bagaimana kalau qabiltu nya “saya terimanya nikahnya” bukan “saya terima nikahnya” karena pengantin pria-nya terburu-buru, tetapi nama pengantin dan maharnya sesuai? mohon jawabannya.. terimakasih
maaf baru balas, menurut saya tidak masalah, tetap sah. esensinya kan secara sadar menikahkan dan diterima nikahnya