Dulu setelah lulus SMA, sambil menunggu UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) saya ikut les intensif di Ganesha Operation Jogjakarta. Lokasi GO ini dekat Stadion Kridosono. Saya ngekos di Jalan Krasak selama 1 bulan. Kemudian pindah ke Jalan Tukangan selama 2 bulan.
Selama di Jogja itu menu makan saya hampir sama setiap hari: pagi sarapan nasi gudeg, siang makan di warung dekat GO, lalu malamnya makan di angkringan dekatnya Stadion Kridosono tadi. Keluar dari Jalan Krasak belok kiri sedikit. Angkringannya di sebelah kiri.
Menu di Warung Angkringan
Saya masih ingat di angkringan dulu saya suka makan nasi kucing lauk kering tempe. Sekali makan habis minimal 2 bungkus. Maklum saja, porsinya porsi kucing. Sangat sedikit. Mungkin kalau dihitung dengan sendokan hanya dapat 4 sampai 5 sendok.
Untuk teman makan, ada berbagai pilihan lauk tambahan. Sate usus, ceker goreng, tempe dan tahu bacem, sate telor puyuh, tempe goreng, dan banyak lagi.
Minuman khas angkringan adalah wedang jahe rempah dan teh panas. Ada juga yang namanya wedang uwuh. Semacam wedang (minuman panas) yang terdiri dari aneka rempah dan dedaunan.
Tapi saya belum pernah minum wedang uwuh. Paling-paling minum teh panas atau wedang kopi tubruk. Ada satu lagi wedang kopi khas angkringan, yaitu Kopi Joss. Wedang kopi yang diberi arang membara.
Oia, orang yang ke angkringan biasanya tidak sekedar ingin makan lalu pulang. Mereka biasanya juga ingin cangkruk/nongkrong berlama-lama sambil ngobrol dengan penjualnya. Apa saja bisa jadi bahan obrolan di warung angkringan.
Tidak hanya obrolan ringan. Sering juga ada yang ngobrol bisnis. Saya pernah deal proyek yang nilainya cukup lumayan hanya sambil nyruput wedang jahe di angkringan 😉
Kini Hadir di Surabaya
Sudah lama saya tidak ke Jogja. Terakhir sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu untuk takziyah. Tidak sempat mampir ke warung angkringan. Tapi tidak perlu kuatir karena sekarang di Surabaya sudah ada banyak warung angkringan khas Jogja.
Menu yang ditawarkan tidak jauh beda dengan yang di Jogja. Bahkan rombong dan ceretnya juga sama. Ceret (teko) dari logam yang gagangnya tidak panas meskipun ceret itu selalu berada di atas arang membara. Biasanya akan ada minimal 2 ceret yang masing-masing berisi rebusan teh dan satunya lagi rebusan jahe rempah. Jika ada 3 ceret, maka yang ketiga itu berisi rebusan air biasa.
Dari beberapa warung angkringan Jogja di Surabaya yang pernah saya kunjungi semua mengaku mendatangkan peralatan dan bahan baku minuman dari Jogja. Atau kalau tidak begitu, mereka mempekerjakan pemuda dari Klaten dan sekitarnya yang sebelumnya sudah pernah buka angkringan di Jogja.
Bagaimana dengan harganya? Tidak bikin kantong bolong lah! Sego kucing 2 ribu. Teh panas dijual seribuan. Aneka gorengan dihargai seribuan. Sate puyuh kalau tidak salah 3 ribuan. Menu yang lain tidak jauh dari harga itu tadi.
Nah, kamu penasaran ingin merasakan sensasi makan sego kucing yang hanya sekepal tangan bayi itu, atau ingin merasakan susana akrab sambil nyruput wedang jahe? Ini dia  angkringan Jogja di Surabaya yang sudah menjadi jujugan saya:
- Angkringan Ngudi Raos. Angkringan ini punya banyak outlet di Surabaya. Misalnya di Jl. AR Hakim seberangnya eks Kampus Universitas Putera Bangsa, di Mulyosari, di Kertajaya, di Rungkut, di MERR Pandugo, di Semolowaru dan masih banyak lagi. Ada lebih dari 10 outlet. Buka mulai maghrib hingga dini hari.
- Angkringan Jacira Taman Apsari. Yang ini tempatnya permanen ala kafe di belakang restoran Sari Nusantara dan Circle-K. Buka jam 11 siang hingga jam 12 malam. Tempatnya bersih. Ada meja dan kursi sofa berkelompok. Ada indoor dan outdoor. Menu andalannya nasi ayam suwir bungkus daun yang dipanggang dulu sebelum disajikan. Selain menu khas angkringan, di sini juga ada minuman instant semacam es milo.
Sego kucing biasane aku entek papat.
Ndik Nganjuk jenenge sego bantingan. Sego sambel goreng plus mie. rasane puwedes sampek lambene iso monger-monger. Maklum wong kene iki suweneng pedes. Ilate mungkin terbuat dari kulit badak. Kebal pedes. Hahaha..
Sekian dan kapan aku ditraktir mas? *komen setandar*
papat? akeh men Mas?
nang mediun jenenge sego jotos
Sepertinya angkringan a la Jogja sudah melanglang buwana kemana-mana. Di sini (Pangkalan Kerinci, Riau) beberapa waktu lalu saya berkunjung ke rumah seorang sahabat yang tinggal di SP (daerah perkebunan kelapa sawit) jauh di pelosok Kerinci. Rupanya di simpang setelah ladang sawit kami menemukan sebuah warung tenda (biru) yang menjual makanan khas angkringan Jogja, termasuk sego kucing, namun rasa masakannya sudah disesuaikan dengan lidah orang melayu, tak lagi bernuansa manis legit, namun pedas menggigit. Setelah ngobrol panjang lebar dengan pemilik warung, rupanya beliau asli Jombor, Sleman, Yk…owa lah, adoh adoh nang paran, ketemune ro wong ne dewe.
salam
Yang pasti murah meriah, Mas Dion. Di pesisir Jawa, angkringan semacam ini gampang sekali kita temukan. Saya suka nongkrong dengan teman2 seniman hingga larut malam. Tidak lupa srutupan kopinya. Hem… ternyata kini ada di Surabaya juga, ya.
kalo ke angkringan biasanya nyari sate kikil. hahahaha.. tapi seneng banget karena sekarang angkringan sudah mulai go nasional. Di Jakarta sudah banyak yang buka bahkan di Palembang saja sekarang sudah ada angkringan
Sekarang kan ada semacam franchise angkringan gitu, Mas. Jadi rombong, alat masaknya, dan bahkan makanannya sudah disiapin semua. Di Jakarta sudah ada banyak angkringan lho, rasanya memang beda, tapi lumayanlah bisa mengobati rasa kangen. 🙂
Wah ada ya di sby, kejar ah
Weleh – weleh mas,,,, Ternyata angkringan udah milik semuanya yaw,,, yaw merakyat gitu, di Surabaya udah ada. Ew, kapan – kapan nikmatin wedang uwuh kak,,, yaw beda kok rasanya ama kopi atau teh,,, agak hambar gimana,,,,, mantabe’ deh mas, salam nagkring 🙂