DOKTER. Masyarakat menaruh harapan ke dokter seolah dokter itu TUHAN, bahkan di atas TUHAN. Sekali berobah HARUS SEMBUH. Kalau gak sembuh, atau malah tambah parah, atau sampai mati, maka dokter siap-siap dituduh MALPRAKTEK. Keluarga pasien ngomel-ngomelpun dokter harus tetap stay cool. Disiram kopi, dipukul, dicaci-maki harus tetap sabar. Kalau ada yang kasih tahu gaji dokter lebih rendah dari tuntutan buruh itu, ramai-ramai mencaci-maki salah sendiri mau jadi dokter bahkan banyak yang rela bayar uang masuk ratusan juta di kampus swasta kalopun gak ketrima di kampus negeri.
Kalau kamu termasuk masyarakat yang punya pandangan seperti itu tadi ke seorang dokter, lebih baik jika sakit ditahan aja sendiri sampai sembuh. Jangan ke dokter. Kalau tambah parah atau mati toh sudah nasib, sudah jalan hidupnya. Oh ya, mungkin kamu cocok datang ke klinik alternatif yang suka pasang iklan di TV itu lho, yang katanya minum 2 paket dijamin sembuh. Paling bayarnya cuman 50 juta tuh buat 2 paket. Murah kan? Ya, sangat murah. Kalau gak sembuh atau tambah parah, paling cuman disuruh tambah beberapa paket lagi. Kalau mati, ya jelas bukan klinik alternatifnya yang salah, namanya juga alternatif, kamu juga pasti akan ikhlas aja ya tho?
Memang cara pandang masyarakat terhadap dokter sekarang sudah banyak berubah, padahal dokter juga manusia 🙂
Mungkin itu disebabkan harapan masyarakat terlalu tinggi, sehingga punya pemahaman bahwa berobat ke dokter itu harus sembuh.
Hal yang seperti ini perlu dirubah..
Bukan berarti tidak ada praktek seperti itu, Mas. Sebaiknya dokter lebih terbuka dan bisa mengkomunikasikan apa yang sebaiknya diketahui oleh pasien dan keluarganya.
ya betul bro, komunikasi itu sangat penting, namun komunikasi macam apa yang bisa terjadi ketika dalam sehari dokter dituntut melayani ratusan pasien (misalnya dokter di rumah sakit yang melayani Kartu Jakarta Sehat, jamkesmas, dan sejenis itu).
Ketika komunikasi itu terjadi, maka waktu untuk melayani pasien yang antri akan semakin panjang, dan akibatnya bisa dipastikan mereka yang antri akan ngomel-ngomel dan mencaci dokternya mengapa kok lama banget antriannya
Jadi kalo dokter sendiri menurut saya tidak bisa berbuat banyak jika sistem yang dikembangkan pemerintah seolah pro rakyat, tapi ternyata tidak mempertimbangkan kapasitas yang ada.
dulurku kapan kae yo berobat ning alternative. Anehnya itu mas, kesembuhan bisa di”pasti”kan dengan obat seharga ini. Dengan obat seharga itu, sembuhnya akan setengah saja.
WOW! AMAZING!
Yap, itulah yang didambakan, bualan kesembuhan semu berkedok alternatif yang dianggap murah ternyata justru lebih mahal. Anehnya, begitu tidak sembuh ya dianggap wajar. Kalo ke dokter gak sembuh, ngomelnya bisa sampai ujung dunia 🙂
ini dokter giginya lagi abis disemprot semprot orang apa mas? :O
No… mencermati fenomena akhir-akhir ini masbro 😉
semoga paradigma buruk terhadap dokter segera menghilang dari muka bumi ini. 🙂
sempat terprovokasi berpikir negatip sih soal ini. habis, banyak tuch calon dokter yang masuk kuliahnya nyogok, suap, dan KKN?
nggak jauh2, keponakan sendiri ditolak masuk kedokteran gara2 uang minim. padahal tes Masuknya oke punya, dan terbuka.
curhat nich mas?
ada satu dokter di RSUD Purbalingga dulu (skrg udah pensiun) yang ketika ditanya tentang hasil diagnosanya, dia jawab kena flek…kena flek…kena flek…jadilah sekompi orang2 yang antri obat gara2 aaknya divonis kena flek.
kasus dugaan malpraktek saya kira tidak dapat dilihat dari satu sisi mas? Ini sangat kompleks dan melibatkan banyak pihak. juga persepsi masyarakat tentunya.
sudah saatnya memang dokter lebih terbuka dengan pasien…
demikian mas Budiono?
salam
peran kemanusiaan dokter itu sangat mulia, mas dion. sayangnya, meski tidak semuanya, ada oknum dokter yang sering menyalahi kode etik kedokteran, sehingga malapraktik pun tidak jarang terjadi.